Banjir Lahar Marapi, Sumatra Barat

  • Sekilas banjir lahar dan dampak (jumlah korban)

Pada tanggal 30 Mei 2024 yang lalu, BNPB mengabarkan bahwa Gunungapi Marapi di Sumatra Barat kembali erupsi pada pukul 13.04 WIB di hari tersebut. Pada saat itu, status Gunungapi Marapi berada pada Status Level III (Siaga). Sebelumnya, pada tanggal 11 Mei 2024 terjadi banjir lahar dingin dari Gunung Marapi pada malam hari. Kejadian banjir lahar dingin ini berdampak pada 4 kabupaten/kota di sekitarnya, yaitu Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, dan Kota Padang Panjang. Berdasarkan informasi pada portal BNPB, hingga tanggal 12 Mei 2024 tercatat telah terdapat total korban meninggal dunia sebanyak 37 jiwa dan 17 orang dilaporkan hilang. Selain korban meninggal dan hilang, kejadian ini tentu memberikan dampak kerugian ekonomi, seperti kerusakan bangunan, sarana dan prasarana, serta kerugian lahan, khususnya lahan pertanian.

  • KRB Marapi

Gunung Marapi merupakan salah satu gunung berapi aktif yang terdapat di Sumatera Barat, yaitu pada wilayah administratif Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Sebagai gunung berapi aktif, risiko dari letusan gunung tersebut pasti ada. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) untuk setiap gunung berapi di Indonesia, termasuk Gunung Marapi. KRB ini terbagi menjadi 3 kategori, yaitu KRB I, KRB II, dan KRB III dimana KRB III merupakan wilayah yang paling dekat dengan puncak gunung.

KRB I:Berpotensi terhadap hujan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar;
KRB II:Berpotensi terlanda aliran awan panas, aliran lava, guguran batu pijar, dan aliran lahar hujan;
KRB III:Berpotensi terancam aliran awan panas, aliran lava, gas racun, dan guguran batu pijar.

Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2024

  • Eksposure di KRB Marapi (Penutup Lahan (PL) dan Penduduk)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kejadian banjir lahar dingin dari Gunung Marapi menimbulkan risiko berupa korban dan juga kerugian dari kerusakan bangunan dan lahan. Pada konsepnya, selain bahaya, risiko bencana juga sangat dipengaruhi oleh eksposure atau keterpaparan di wilayah bahaya tersebut. Tingkat risiko ini ditentukan oleh seberapa rentan objek terpapar (eksposure) tersebut terhadap bahaya.

Pada tulisan ini, coba dilakukan analisis jumlah penduduk yang berapa pada wilayah KRB Gunung Marapi. KRB Gunung Marapi mencakup 3 wilayah administratif, yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang. Berdasarkan hasil pemodelan distribusi penduduk tahun 2022 yang dilakukan pada unit satuan analisis berupa grid ukuran 100 x 100 m, jumlah penduduk yang berada di wilayah KRB di Kabupaten Agam adalah sekitar 11.355 orang (29,2%), di Kabupaten Tanah Datar adalah 23.518 orang (60,5%), dan di Kota Padang Panjang adalah 3.979 orang (10,2%). Jadi, secara total terdapat penduduk sejumlah 38.852 orang pada KRB Gunung Marapi. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan kategori KRB, jumlah penduduk di setiap KRB kabupaten/kota ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Penduduk di Setiap KRB Gunung Marapi

KRBAgamTanah DatarPadang PanjangTotal
Jumlah%Jumlah%Jumlah%
KRB I Gunungapi8.17628,516.54757,73.97913,928.702
KRB II Gunungapi1.80327,14.85872,9006.661
KRB III Gunungapi1.37639,42.11360,6003.489
Total11.35529,223.51860,53.97910,238.852

Kemudian, dilakukan juga pemetaan beberapa jenis lahan yang berada di wilayah KRB, yaitu hutan rimba, perkebunan/kebun, permukiman dan tempat kegiatan, sawah, semak belukar, dan tegalan/ladang. Dari hasil perhitungan luas penutup lahan tersebut, sawah merupakan penutup lahan yang mendominasi di KRB I, sementara itu hutan rimba mendominasi di KRB II dan KRB III. Jenis penutup lahan permukiman ditemukan pada wilayah KRB I dan KRB II. Hasil dari luasan penutup lahan tersebut di setiap KRB di kabupaten/kota ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Luas tutuhan Lahan (ha)

KRBAgamTanah DatarPadang PanjangTotal
KRB I Gunungapi   1.657,65   4.616,14      255,176.528,97
Hutan Rimba       132,04       959,21         10,581.101,83
Perkebunan/Kebun            0,80       522,00           0,98523,78
Permukiman dan Tempat Kegiatan       108,16       223,03         15,81347,00
Sawah   1.025,05   2.103,12      152,863.281,02
Semak Belukar          94,16       580,87         67,61742,64
Tegalan/Ladang       297,45       227,91           7,34532,70
KRB II Gunungapi   1.232,05   2.652,71 3.884,77
Hutan Rimba       733,37   1.746,212.479,58
Perkebunan/Kebun          14,6314,63
Permukiman dan Tempat Kegiatan            9,69            8,8518,54
Sawah          52,98          55,18108,16
Semak Belukar          15,10       233,61248,71
Tegalan/Ladang       420,92       594,241.015,15
KRB III Gunungapi   1.126,50   1.749,54 2.876,04
Hutan Rimba   1.125,67   1.749,542.875,22
Sawah            0,350,35
Tegalan/Ladang            0,480,48
Total   4.016,21   9.018,40      255,1713.289,78
  • Kapasitas Adaptasi

Dalam Dokumen Kajian Risiko Bencana Provinsi Sumatera barat Tahun 2016-2020, BNPB menilai bahwa potensi kerugian dan kerusakan lingkungan akibat dari letusan Gunung Marapi di Sumatera Barat cukup tinggi. Kerugian materil  bisa mencapai 173.4 milyar rupiah, termasuk kerugian fisik sejumlah 63,9 milyar rupiah dan kerugian ekonomi sebesar 109,5 miliyar rupiah. Selain itu 5.220 Ha lahan berpotensi mengalami kerusakan akibat dari leturasn Gunung Marapi tersebut (BPBD Prov. Sumatera Barat, 2022).

Untuk mengurangi dampak bencana tersebut, perlu dilakukan peningkatan kapasitas adaptasi baik berupa peningkatan ketahanan daerah maupun upaya peningkatan kapasitas masyarakat. Upaya yang termasuk ke dalam peningkatan ketahanan daerah antara lain 1) Perkuatan kebijakan dan kelembagaan; 2) Pengkajian risiko dan perencanaan terpadu; 3) Pengembangan sistem informasi, diklat, dan logistik;  4) Penanganan tematik kawasan rawan bencana; 5) Peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana; 6) Perkuatan kesiapsiagaan dan penangan darurat bencana; dan 7) Pengembangan sistem pemulihan bencana.

Tidak hanya itu kapasitas adaptasi terhadap bencana pun perlu ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas masyarakat setempat yang akan lebih banyak dibahas di tulisan ini. Tabel 3. menunjukkan parameter, indikator serta bobot ketahanan dari kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Tabel 3. Parameter dan Indikator Kapasitas Adaptasi Masyarakat

Parameter KetahananIndikator KetahananBobot Indikator
1.Pengetahuan Kesiapsiagaan1.Pengetahuan Jenis Ancaman0.10
2.Pengetahuan Informasi Peringatan Bencana0.15
3.Sistem Peringatan Dini Bencana0.25
4.Prediksi Kerugian Akibat Bencana0.20
5.Cara Penyelamatan Diri0.30
2.Pengelolaan Tanggap Darurat1.Tempat dan Jalur Evakuasi0.35
2.Tempat Pengungsian0.30
3.Air dan Sanitasi0.20
4.Layanan Kesehatan0.15
3.Pengaruh Kerentanan Masyarakat terhadap Upaya Pengurangan Risiko Bencana1.Mata Pencaharian/Tingkat Penghasilan0.40
2.Tingkat Pendidikan Masyarakat0.35
3.Pemukiman Masyarakat0.25
4.Ketidaktergantungan Masyarakat terhadap Dukungan Pemerintah1.Jaminan Hidup Pasca Bencana0.25
2.Penggantian Kerugian Kerusakan0.25
3.Penelitian dan Pengembangan0.05
4.Penanganan Darurat Bencana0.30
5.Penyadaran Masyarakat0.15
5.Bentuk Partisipasi Masyarakat1.Kegiatan PRB di Tingkat Masyarakat0.65
2.Relawan Desa0.35

Pengetahuan kesiapsiagaan adalah langkah penting untuk memperkuat ketahanan masyarakat sebelum bencana terjadi. Masyarakat perlu memahami berbagai jenis ancaman, informasi peringatan dini bencana, dan cara menyelamatkan diri sebagai langkah antisipatif terhadap bencana alam. Adanya sistem peringatan dini bencana diharapkan dapat mengurangi dampak bencana yang akan terjadi. Dari hasil pendataan potensi desa oleh BPS, 160 desa di Provinsi Sumatera barat telah melakukan  sistem peringatan dini bencana alam. Secara lebih rinci, sistem peringatan dini bencana telah dilakukan di 10 desa di Kabupaten Agam pada tahun 2021, 9 desa  di Kabupaten Tanah Datar dab 4 desa di Kota Padang Panjang pada tahun 2018.

Selanjutnya, pengelolaan tanggap darurat mencakup aspek -aspek penting, seperti ketersediaan tempat dan jalur evakuasi, tempat pengungsian, air, sanitasi, dan layanan kesehatan. Ketersediaan jalur evakuasi yang memadai dan akses terhadap air bersih serta fasilitas sanitasi sangat penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan masyarakat selama masa darurat bencana. Contohnya, beberapa daerah di Provinsi Sumatera Barat telah memiliki jalur evakuasi yang dirancang untuk mengevakuasi masyarakat dengan cepat dan efisien. Pendataan terkahir di tahun 2021, BPS mencatat bahwa jalur evakuasi bencana telah dibuat di 29 desa di Kabupaten Tanah Datar, 4 desa di Kabupaten Agam dan 3 desa di Kota Padang Panjang  (BPS, 2024).

Di sisi lain, kerentanan masyarakat terhadap upaya pengurangan risiko bencana sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi seperti mata pencaharian atau tingkat penghasilan, tingkat pendidikan masyarakat, dan kondisi pemukiman. Masyarakat dengan tingkat penghasilan yang rendah dan pendidikan yang kurang cenderung lebih rentan terhadap dampak bencana. Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan serta tingkat pendidikan terkahir akan berdampak pada besaran rata-rata upah/gaji bersih dalam sebulan di 3 kabupaten/kota sekitar KRB Gunung Marapi dan Sumatera Barat. Rata rata pendapatan sebulan yang dihasilkan oleh pekerja formal,  khususnya pekerjaan di bidang perdagangan dan  jasa (umumnya membutuhkan skill khusus dan tinggat pendidikan tertentu) lebih tinggi dibandingkan lapangan pekerjaan informal. Adapun pekerja informal yang memiliki Pendidikan setara SMA ke atas, rata rata mendapatkan upah lebih tinggi dibanding dengan pekerja lain yang berpendidikan di bawahnya. Di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang, pekerja dengan Pendidikan SMA ke atas  memiliki pendapatan lebih rendah dari pada pekerja dengan tamatan SD/Mi dikarenakan jumlah peketja tamatan SD/MI lebih banyak dibanding yang tamatan SMA ke atas. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa, peningkatan pendidikan dan pengembangan keterampilan ekonomi menjadi bagian penting dari strategi pengurangan risiko bencana (BPS, 2024).

Tabel 4. Rata-Rata Upah/Gaji Bersih Sebulan di Provinsi Sumatera Barat (rupiah) Tahun 2023

Lapangan PekerjaanKab/Kota
Tanah DatarAgamPadang PanjangSumatera Barat
Pekerja Formal (Buruh/karyawan) berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
11.897.6993.485.5821.847.6742.351.273
23.506.5122.820.8142.539.6132.693.305
32.853.9412.801.2423.335.4312.811.699
Rata-Rata2.908.7462.853.8203.236.3412.753.517
Pekerja Informal berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Tidak Pernah Sekolah / Belum Tamat SD1.466.5391.039.5701.360.7271.376.290
SD/MI1.844.7851.406.0622.121.1501.649.203
SMP/MTs1.580.0461.738.3081.832.6911.712.769
SMA ke Atas1.720.2452.446.1232.081.9392.065.049
Rata-rata1.671.6721.869.3591.991.5591.768.252
Keterangan: Pekerja Formal: Buruh/Karyawan Pekerja Informal: Pekerja yang berstatus berusaha sendiri dan pekerja bebas di sektor pertanian dan nonpertanian Pertanian, Kehutanan, PerikananPertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air; Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; KonstruksiPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya
Sumber: Provinsi Sumatera Barat dalam Angka 2024. BPS Provinsi Sumatera Barat.

Lebih lanjut lagi, ketidaktergantungan masyarakat terhadap dukungan pemerintah merupakan aspek lain yang tak kalah penting dalam ketahanan bencana. Penggantian kerugian kerusakan dan penanganan darurat bencana membutuhkan perhatian lebih lanjut. Jaminan hidup pasca bencana dan asuransi bencana alam sangat penting karena menyediakan perlindungan finansial bagi individu dan keluarga, memungkinkan pemulihan ekonomi yang lebih cepat, dan mengurangi beban finansial pemerintah. Selain itu, jaminan tersebut merupakan sebuah instrumen krusial dalam manajemen risiko bencana yang efektif, membantu masyarakat dan negara menjadi lebih tangguh dalam menghadapi bencana.

Jaminan hidup pasca bencana sudah banyak diadakan di negara maju untuk melindungi warga negara dari kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam. Adapun contohnya seperti 1) Pemerintah Jepang yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi swasta untuk mengadakan sistem asuransi gempa bumi yang disebut “Jishin Hoken”,  2) Filipina yang menawarkan perlindungan untuk kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi dan angin kencang melalui Catastrophe Risk Insurance Program (Cebotari & Youssef, 2020) dan 3) Turkish Catastrophe Insurance Pool (TCIP), yang menyediakan asuransi gempa bumi wajib bagi pemilik rumah di Turki.

Di Indonesia sendiri, upaya untuk menyediakan skema jaminan hidup pasca bencana dan asuransi bencana alam masih sangat minim dan sedang berkembang (LPPI, 2022). Saat ini telah ada program jaminan sosial seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan dan Jaminan Hari Tua (JHT) melalui BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat. Namun, jaminan spesifik pasca bencana belum sepenuhnya terintegrasi dalam program ini. Dalam penanganan langsung saat bencana terjadi, BNPB bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan mengelola Dana Siap Pakai (DSP) sebagai dana darurat di masa tanggap darurat bencana (Ash-Shidiqqi, 2021). Selain itu terdapat beberapa perusahaan asuransi swasta yang menawarkan produk asuransi pasca bencana seperti bencana kebakaran dan gempa bumi, namun kesadaran dan pengenalan asuransi bencana di kalangan masyarakat masih rendah (BKF, 2018).  

Untuk perlindungan Masyarakat, rumah tangga, dan usaha kecil, terdapat asuransi pertanian yang memberikan perlindungan terhadap risiko gagal panen akibat bencana alam bernama Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), selain ada juga Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS), Asuransi Nelayan Tangkap, dan Asuransi Budidaya Ikan Kecil (BKF, 2018). Namun, skema-skema pembiayaan tersebut belum dikemas dalam kerangka pembiayaan risiko terhadap bencana. Asuransi pertanian misalnya, baru dapat diklaim apabila terkena ancaman risiko gagal panen sebagai akibat risiko banjir, kekeringan, penyakit dan serangan organisme pengganggu tanaman. Adapun apabila terkena bencana cukup besar seperti gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, letusan gunung api dan sejenisnya, asuransi ini belum bisa menjamin kerusakan fisik dan/ atau kerugian pada tanaman

Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan tengah menyusun sebuah Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) dalam rangka mewujudkan bangsa dan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi bencana dan terjaminnya keberlangsungan berbagai program pembangunan (BKF, 2018). Untuk menyukseskan skema tersebut dibutuhkan pengukatan melalui edukasi masyarakat, peningkatan kebijakan, dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi sangat penting. Tidak hanya itu penelitian dan pengembangan serta penyadaran masyarakat juga menjadi kunci dalam membangun ketahanan yang lebih baik.

Parameter ketahanan masyarakat yang terkahit adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) dan peran relawan desa. Kedua indicator tersebut sangat bergunan untuk memastikan kesiapsiagaan yang efektif dan respons tanggap darurat yang cepat. Kegiatan PRB di tingkat masyarakat, termasuk pelatihan dan simulasi, membantu memperkuat kapasitas lokal dalam menghadapi bencana. Relawan desa yang terlatih juga memainkan peran kunci dalam memberikan bantuan pertama dan mendukung operasi penyelamatan selama dan setelah bencana terjadi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikani perhatian serius terhadap upaya peningkatan kapasitas bagi masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana, salah satunya melalui program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) dengan bantuan World Bank yang sudah berjalan sejak tahun 2012. Bantuan tersebut berupa pembiayaan dan bantuan teknis dalam pelaksanaan proyek investasi strategis peningkatan tata kelola risiko bencana di Indonesia dan kesiapsiagaan pemerintah dan resiliensi masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana, khususnya gempa bumi dan tsunami (BNPB, 2023).

Salah satu program yang akan dijalankan melalui IDRIP adalah Pengelolaam Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau sering dikenal dengan program Desa Tangguh Bencana (Destana). Destana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segala dampak dari bencana yang merugikan. Kegiatan ini tidak hanya penguatan masyarakat melalui akan tetapi juga memfasilitasi penyusunan Dokumen Rencana Kontijensi. Hingga tahun 2020, tercatat 50 desa/kelurahan di 25 kecamatan dan 12 kab/kota di Provinsi Sumatera Barat telah melaksanakan program tersebut. Di Kab. Agam dan Kab. Tanah Datar masing-masing terdapat 2 desa/kelurahan yang tercatat (BNPB1, 2024).  Adapun fasilitator ketangguhan desa di Sumatera Barat tercatat ada 48 fasilitator yang tersebar di 15 kab/kota dan 30 desa/kelurahan.  Di Kabupaten Agam sendiri tercatat 2 fasilitator dan di Kab. Tanah Datar terdapat 5 fasilitator (BNPB2, 2024).

Daftar Pustaka:

Ash-Shidiqqi, Ellectrananda Anugerah. 2021. Alternatif Strategi Pembiayaan Asuransi Bencana di Indonesia. Journal of Governance and Policy Innovation (JGPI). p-ISSN: 2774-907X; e-ISSN: 2775-0140. Volume 1, Nomor 2, Oktober 2021.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan. 2018. Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2023. Sosialisasi dan Koordinasi Pelaksanaan Desa Tangguh Bencana Wilayah 1. https://bnpb.go.id/berita/sosialisasi-dan-koordinasi-pelaksanaan-desa-tangguh-bencana-wilayah-1

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)1. 2024. Peta Pengelolaan Risiko Berbasis Komunitas. https://katalogkesiapsiagaan.bnpb.go.id/peta-prbbk/

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)2. 2024. Fasilitator Ketangguhan Desa. https://katalogkesiapsiagaan.bnpb.go.id/fasilitator/

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat. 2022. Dokumen Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana Provinsi Sumatera Barat.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2024. Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Upaya Antisipasi/Mitigasi Bencana Alam 2014-2021. https://sumbar.bps.go.id/indicator/158/610/1/banyaknya-desa-kelurahan-menurut-kabupaten-kota-dan-upaya-antisipasi-mitigasi-bencana-alam.html

Badan Pusat Statistik (BPS). 2024. Provinsi Sumatera Barat dalam Angka 2024.

Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). 2022. Optimalisasi Asuransi Ketahanan Bencana.

Cebotari, Aliona and Karim Youssef. 2020. Natural Disaster Insurance for Sovereigns: Issues, Challenges and Optimality. International Monetary Fund (IMF) Working Paper WP/20/3.

Bagikan Post Ini

Tinggalkan komentar