Kajian Analisis Lokasi dan Program Prioritas Nasional Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pangan dan Food Estate

Pada April 2022, Yayasan Lokahita bekerja sama dengan Bappenas untuk membuat Dokumen Kajian Analisis Lokasi dan Program Prioritas Nasional Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pangan dan Food Estate. Dokumen kajian ini disusun untuk merespons kebutuhan penentuan lokasi prioritas dan arahan program nasional bagi pengembangan kawasan sentra produksi pangan dan food estate. Lokasi dan program prioritas tersebut ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan untuk peningkatan produksi pangan. Tujuan pengembangan kawasan tersebut berpijak pada kebutuhan untuk menjaga kestabilan cadangan pangan nasional melalui produksi pangan dalam negeri. Hal tersebut sesuai dengan mandat Undang-undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan, khususnya pada pasal 12 butir 5f yang mengamanatkan “Untuk mewujudkan ketersediaan pangan melalui produksi pangan dalam negeri dilakukan dengan membangun kawasan sentra produksi pangan”.

Penyusunan dokumen kajian ini dilakukan melalui analisis data sekunder dengan menggunakan metode analisis kuantitatif berbasis perangkat lunak sistem informasi geospasial. Parameter analisis dalam kajian ini terbatas pada dua dimensi ketahanan pangan yaitu ketersediaan dan keterjangkauan (fisik dan ekonomi). Kedua dimensi tersebut menjadi dasar dalam penentuan lokasi dan program prioritas untuk pengembangan kawasan sentra produksi pangan dan food estate.

Beberapa hasil temuan dari kajian analisis lokasi dan program prioritas nasional untuk pengembangan kawasan sentra produksi pangan dan food estate dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Hasil penentuan lokasi prioritas untuk pengembangan kawasan sentra produksi pangan dan food estate menunjukkan bahwa lokasi ideal dengan kategori “super prioritas” yang memiliki kondisi prima dalam hal produktivitas lahan pangan, layanan infrastruktur jalan dan kerentanan iklim lebih banyak berada di kabupaten/kota di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hal tersebut dapat dipahami bahwa -layanan infrastruktur yang menjadi variabel penentu lokasi prioritas- relatif lebih baik di tiga pulau tersebut dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia bagian timur. Di sisi lain, kerentanan iklim di Indonesia bagian timur pun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian barat.
  2. Sebagian besar kabupaten/kota di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara memiliki kriteria lokasi “prioritas”. Kriteria “super prioritas” hanya dimiliki oleh kabupaten Mamuju Utara di Sulawesi. Sedangkan kriteria “top prioritas” hanya dimiliki oleh kabupaten Gowa, Sidenreng Rappang, Parigi Moutong, Poso, Kolaka Timur, dan Muna di Sulawesi; serta Kabupaten Gianyar dan Jembrana di Bali; dan Kabupaten Ngada di Nusa Tenggara.
  3. Sebagian besar kabupaten/kota di Papua memiliki kondisi produktivitas lahan pangan yang rendah serta layanan infrastruktur jalan yang buruk. Namun terdapat lima kabupaten di Papua yang memiliki kondisi produktivitas lahan pangan yang tinggi yaitu: Lanny Jaya, Puncak Jaya dan Merauke. Dua kabupaten pertama menempati kriteria “Top Prioritas” sedangkan Merauke masuk dalam kategori “Prioritas”.
  4. Arahan program prioritas untuk pengembangan kawasan sentra produksi pangan dirumuskan untuk merespons kondisi produktivitas lahan pangan, layanan infrastruktur distribusi dan kerentanan iklim di lokasi-lokasi prioritas. Arahan program tersebut dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun program yang lebih detail sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota. Kelompok arahan program tersebut adalah peningkatan produktivitas pangan, penyediaan infrastruktur pertanian dan perikanan, peningkatan ekonomi petani dan nelayan, perlindungan dan pemulihan hutan, lahan, DAS, laut, dan pesisir, serta pengembangan wilayah dan infrastruktur wilayah.

Pemodelan dalam penentuan lokasi prioritas pada kajian ini masih memiliki beberapa keterbatasan diantaranya: belum melibatkan data daerah irigasi dan sumber daya air, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, keberadaan CPCL yang telah dibentuk pemerintah. Selain itu validasi lapangan untuk memastikan keakuratan model penentuan lokasi belum dilakukan pada kajian ini. Namun demikian diharapkan kajian ini dapat memulai proses teknokratik berbasis data spasial dan kajian ilmiah dalam penyediaan rekomendasi bagi kebijakan dan program pemerintah di sektor pangan.

Bagikan Post Ini

Tinggalkan komentar